Minggu, 29 Agustus 2010

Ayat-ayat Al-Qur'an tentang Kegiatan Pornografi dan Pornoaksi

Ayat-ayat Al-Qur'an tentang Kegiatan Pornografi dan Pornoaksi

1. Surat Al-Isra'ayat 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan jangalah mendekati zina; sesungguhnya zina adalah syuatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk "
2. Surat An-Nur ayat 30-31
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31) وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32)

"Katakankanlah kepada orang laki-laki yang beriman:'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hali orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."
3. Surat Al-Ahzab Ayat 33
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu
4. Surat Al-Ahzab Ayat 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"Hai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

Posted by : Wawan Suswanto
on : http://www.facebook.com/topic.php?uid=153029331252&topic=15296 Baca Selanjutnya..

Peran RISMA di era globalisasi

Dalam era globalisasi saat ini, kegiatan pembangunan disegala bidang sudah menjadi tuntutan. Pembangunan sarana dan prasarana harus diimbangi dg pembangunan mental spritual, supaya pembangunan dapat seimbang dan berkesinambungan. Salah satu pembangunan mental dan spritual adalah mengisi jiwa /rohani setiap insan dan pelaku pembangunan itu sendiri.

Pembangunan sumber daya manusia juga bisa dilaksanakan dg meningkatkan kualitas pendidikan, baik itu formal maupun non formal. Untuk itu Remaja Islam Masjid Al-Mujahidin siulak sebagai wadah tempat para masyarakat khususnya generasi muda sebagai ujung tombak pembangunan untuk meningkatkan kualitas SDM melalui kegiatan2 yg bersifat agamis yg humanis untuk mewujudkan masyarakat madani kerinci yg berpegang teguh kepada al-Quran dan al hadist.

Melalui momentum kelahiran nabi Muhammad SAW RISMA mengajak seluruh masyarakat khususnya generasi muda islam untuk berpartisipasi membumikan budaya islam melalui senandung nada dan dakwah lewat gebyar Maulid Nabi Muhammad SAW. Mari kita tingkatkan ukhwah islamiah untuk mewujudkan generasi muda yg intelek dan berakhlaktul karimah di tigo luhah tanah sekudung khususnya. . .

Semoga kita senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT serta syafaat di akhirat kelak amin ya rabbal alamin. . .

by : Candra Afnoza
Baca Selanjutnya..

merawat CINTA

Dari : Muhammadnuh@eramuslim.com.
dan di post kembali oleh : Suci Ririmatalata pada http://www.facebook.com/topic.php?uid=153029331252&topic=15651

Cinta tak ubahnya seperti pohon yang tak selamanya terlihat segar. Daun-daun yang dulu hijau cerah mulai menguning, akhirnya coklat kaku. Bunga-bunganya yang pernah indah merekah kini layu. Beberapa ujung tangkai pun mulai tampak mengering.

Begitulah hidup. Tak ada yang tetap dalam hidup. Semuanya dinamis: bergerak dan berubah, tumbuh dan menyusut, berkembang dan tumbang. Apa pun dan siapa pun. Termasuk, cinta suami isteri.

Setidaknya, itulah yang kini dialami Bu Tati. Ibu lima anak ini merasakan ada yang berkurang dari suaminya. Tidak seperti dulu ketika anak masih satu, dua, hingga tiga. Apalagi ketika belum ada anak. Wah, terlalu jauh perbandingannya.

Saat dulu, suami Bu Tati tak pernah ketinggalan telepon ke rumah sebelum pulang kantor. Bahkan, sehari bisa tiga kali telepon. Kini, seminggu dua kali sudah teramat bagus. Itu pun karena ada yang mau ditanyakan.

Dulu, kemana pun Bu Tati pergi, suami selalu antar jemput. Paling tidak, mewanti-wanti agar ia berhati-hati. “Hati-hati, ya Dik. Bisnya sering kebut-kebutan,” ucap suami dengan penuh perhatian. Kini, menanyakan tujuan pergi pun sudah sangat bagus.

Dulu juga, suami kerap ngasih hadiah di hari-hari bersejarah. Di antaranya, hari kelahiran, dan tanggal pernikahan. Walau hadiah cuma pulpen, buku harian, atau Alquran saku. Tapi, kesan yang timbul begitu dalam. Kini, jangankan hadiah, ingat dengan momen itu saja sudah bagus.

Mengingat-ingat masa lalu, bikin Bu Tati mengoreksi diri. Apa yang salah. Kalau cinta dihubung-hubungkan dengan rupa, kenyataan itu mungkin bisa diterima. Ia memang bukan Tati dua belas tahun lalu. Banyak perubahan, memang. Tapi, mestikah cinta dan perhatian harus menyusut sebagaimana berkerutnya wajah dan tidak langsingnya tubuh. Apa layak itu jadi alasan.

Bukankah cinta terlihat dari pandangan mata hati. Bukan dari simbol-simbol fisik yang terlihat dari pandangan mata, yang bisa menyilaukan ketika ada cahaya dan buram di saat gelap. Bukankah cinta perpaduan dari senang, kagum, cocok, sayang. Bahkan, kasihan.

Tidak jarang, cinta tumbuh pesat dari akar kasihan. Bukan hal aneh jika seorang pemuda langsung melamar muslimah yang terusir dari rumahnya lantaran mengenakan busana muslimah. Ada juga muslimah yang dilamar lantaran statusnya sebagai anak yatim miskin.

Lalu, kenapa cinta suami Bu Tati bisa menyusut. Padahal kasih sayang Bu Tati tak pernah berkurang. Dengan lima anak, Bu Tati pun mesti giat menggali kasih sayang agar bisa merata ke anak-anaknya. Bukankah ini sebuah bukti bahwa adakalanya cinta tersangkut pada rupa.

Menjamin lestarinya kasih sayang memang bukan perkara mudah. Dan, lebih tidak mudah lagi menjamin bahwa kecantikan rupa tidak akan bergeser. Karena sudah kepastian Allah bahwa muda akan menapaki anak tangga usia menuju tua. Semakin banyak anak tangga yang ditapaki, makin berkurang nilai rupa.

Seorang teman Bu Tati pernah ngasih anjuran soal menjaga nilai rupa. Sang teman menganjurkan agar Bu Tati diet, senam, minum herba. Tiga hal itu mesti dilakukan teratur dan terus-menerus. “Repot memang. Tapi, itu penting. Supaya cinta suami tetap lestari,” ungkap sang teman beriring canda.

Ucapan teman itu menguatkan dugaan Bu Tati: cinta juga berbanding lurus dengan rupa. Boleh-boleh saja Bu Tati berdalih bahwa cinta melulu persoalan hati. Tapi, bukankah manusia tidak semata-mata terdiri dari hati dan rasa. Bukankah fisik juga bagian dari unsur manusia. Dan itu berarti keindahan rupa.

Jadi, bisa dibilang wajar kalau perhatian dan cinta suami menurun lantaran nilai rupa Bu Tati berkurang. Benarkah? Ah, rasanya tidak. Di simpangan ini, Bu Tati ragu mau menempuh jalan mana. Kok, sepertinya tidak adil. Kalau dulu, Bu Tati masih sempat ngurus kecantikan, kesegaran, dan kebugaran tubuh. Tapi, sekarang? Duduk istirahat saja sudah sangat sulit. Selalu saja ada kesibukan: anak sakit, anak mau berangkat sekolah, anak punya PR sekolah, anak mau makan, memasak menu kesukaan suami, mencuci, ngurus rumah. Dan masih segudang persoalan rumah lainnya. Itu pun belum termasuk tugas-tugas sosial masyarakat.

Nah, gimana mau diet, kapan mau fitnes, gimana bisa minum herba. Bukankah diet butuh pilihan dan keteraturan makanan yang sehat dan baik. Dan itu berhubungan erat dengan waktu dan uang. Begitu juga dengan fitnes dan herba. Sulit kan kalau waktu dan uangnya belum memadai. Jadi?

Harus ada langkah bersama supaya cinta tetap terawat. Tidak semua sangkutan-sangkutan yang bikin redupnya cahaya cinta bersumber dari Bu Tati. Bisa jadi, ada ketidakcocokan antara standar nilai rupa suami dengan kenyataan yang semestinya. Kalau nilai rilnya memang hanya lima puluh, standarnya jangan dipatok sembilan puluh. Susah ngejarnya. Paling tidak, selisi antara standar dengan kenyataan tidak lebih dari sepuluh. Dan nilai sepuluh ini bisa dikejar dengan diet dan senam sederhana. Kalau ada uang belanja lebih, bisa ditopang dengan herba.

Memang, kehangatan cinta bisa lahir dari stabilnya nilai rupa. Tapi, unsur emosi pun punya andil yang lumayan besar. Kalau cinta cuma berpatok pada langgengnya rupa, mungkin rumah tangga kakek nenek akan bubar massal.

Di sinilah seninya bagaimana suami isteri bisa memainkan emosi sehingga cinta menjadi indah untuk dinikmati. Kepiawaian mengelola emosi juga mampu menjadikan cinta lestari. Bayangkan, betapa jauhnya jarak usia antara Rasulullah saw dengan Aisyah: kira-kira empat puluh tiga tahun. Belum lagi kesenjangan intelektual dan rupa. Tapi, semua itu tidak jadi masalah lantaran irama emosinya begitu rapi dan indah. Rasulullah tidak perlu ragu berlomba lari bersama isterinya, mengecup kening isteri saat pergi ke masjid, bersenda gurau layaknya teman, berdiskusi layaknya guru dan murid, dan sebagainya.

Justru, unsur emosilah yang kadang dominan dari nilai rupa. Bu Tati punya kesadaran baru. Bahwa, merawat cinta merupakan upaya bersama mengelola nilai rupa agar tidak jatuh drastis. Dan, memainkan irama emosi dengan saling percaya dan saling membutuhkan.

Cinta memang tak ubahnya seperti pohon yang tidak selamanya segar. Karena pohon memang tidak akan pernah kokoh kalau hanya dinikmati kesejukan, keindahan, dan buahnya. Ia juga butuh siraman air, kesuburan tanah, dan pagar perlindungan.

Baca Selanjutnya..